Pembangunan koperasi yang berhasil memerlukan sejumlah prasyarat dan
pemenuhan syarat-syarat tertentu, sebagaimana layaknya dalam pelaksanaan suatu
proses. Pembangunan itu merupakan proses dinamik, karena koperasi adalah lembaga
yang hidup dan beraksi terhadap perubahan kondisi internal maupun eksternal.
Mengingat koperasi merupakan lembaga milik sekelompok masyarakat, yang dibangun
sendiri oleh masyarakat bersangkutan, dengan maksud untuk dapat memenuhi kebutuhan
dasar ekonomi masyarakat tersebut, maka dapat dipahami bahwa koperasi harus mampu
melaksanakan berbagai kegiatan kegiatan ekonomi. Kegiatan mana, harus terkait dengan
upaya untuk memenuhi kepentingan ekonomi para anggotanya pada tingkat usaha yang
efektif dan efisien. Dengan demikian kegiatan itu harus terencana, yaitu dengan melalui
penerapan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang khas sifatnya.
Sehubungan dengan hal itu perlu dipahami peran berbagai faktor yang mencakup
kriteria-kriteria prasyarat, yaitu faktor-faktor yang dianggap sangat menentukan bagi
keberhasilan dan kesinambungan koperasi yang dibangun. Selanjutnya, setelah prasyarat
dipenuhi, maka koperasi berarti sudah siap lahir dan siap tumbuh. Tetapi faktor yang
tergolong sebagai syarat keberhasilan, bagi tumbuhnya koperasi bersangkutan dimasa
mendatang. Syarat tersebut menjadi komponen pokok yang perlu dipenuhi dan
diwujudkan, agar koperasi itu dapat berprestasi dan dapat disebut sebagai koperasi yang
berhasil. Artinya bila syarat keberhasilan itu tidak terpenuhi, maka koperasi bersangkutan
dapat dianggap tidak berhasil dalam proses pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
Dengan demikian bisa saja satu koperasi dibentuk, akan tetapi koperasi yang telah
mampu memenuhi prasyarat yang ditetapkan itu untuk selanjutnya ternyata tidak mampu
tumbuh normal, dengan mengikuti syarat-syarat yang ditetapkan, ataupun kalau dapat
tumbuh maka pertumbuhan koperasi itu menjadi sangat lambat atau dapat dinyatakan
dengan ”hidup segan, mati tak mau”.
Pemahaman tetang hal-hal tersebut tidak kalah penting bila dibanding dengan upaya
memahami sejumlah langkah-langkah pembinaan atau mengenali sejumlah hambatan dan
kendala pertumbuhan koperasi, yang mengharuskan kita membawa koperasi itu kembali
pada jati dirinya (menerapkan pendekatan ”back to basic”).
Pemberdayaan anggota mencakup pemberdayaan kapital (bantuan modal) dan
pemberdayaan knowledge, yang meliputi peningkatan kemampuan manajemen, skill dan
pemahaman yang benar mengenai prinsip-prinsip koperasi melalui pendidikan dan
pelatihan. Pemberdayaan ini akan memberikan dampak peningkatan pertisipasi anggota.
Memang harus diakui bahwa peningkatan partisipasi anggota bukanlah dampak
langsung dari pendidikan dan pelatihan. Partisipasi anggota merupakan fungsi dari
intrinsik anggota dan nilai ekstrinsik yang berasal dari luar anggota itu sendiri.
Peningkatan partisipasi merupakan outcome atau dampak positif tidak langsung dari
pendidikan dan pelatihan. Peningkatan partisipasi anggota ini diharapkan akan
memberikan dampak kepada kinerja koperasi yang ditandai dengan 5 indikator
keberhasilan koperasi. Peningkatan kinerja koperasi yang ditandai akhirnya akan
menghasilkan tujuan yang hendak dicapai yakni kesejahteraan masyarakat.
Pelaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota harus memperhatikan
beberapa aspek sebagai berikut:
a. Dominasi pemerintah (pemerintah daerah) dalam pendidikan in service/diklat
harus dikurangi karena di masa lalu telah menimbulkan ketergantungan koperasi
kepada Pemerintah sehingga mengurangi pemupukan rasa percaya diri dan
kemampuan menolong dirinya sendiri bagi koperasi;
b. Harus jelas konsep ”link & matc”, karena penyelenggaraan diklat pada masamasa sebelumnya tersentralisasi dan berdasarkan pemikiran-pemikiran dari atas,
belum pernah dilakukan analisis kebutuhan pelatihan, yang bersumber kepada
kebutuhan koperasi. Hingga kini pendidikan yang sudah dilaksanakan masih
belum mengarah kepada kebutuhan koperasi;
c. Dana pendidikan dari gerakan koperasi secara formal merupakan salah satu
sumber dana pendidikan koperasi, namun pada kenyataannya dana tersebut
belum optimal terkumpul;
d. Pemerintah daerah harus memiliki akreditasi untuk lembaga penyelenggara
pendidikan termasuk standarisasi materi pelatihan;
e. Peserta harus dipersiapkan dengan baik, karena pendidikan dan pelatihan di
masa depan tidak gratis. Pada masa lalu umumnya peserta tidak dipersiapkan
dengan baik, lebih-lebih karena pendidikan bersifat gratis, sehingga yang dilatih
orangnya tetap sama atau tidak relevan dengan tugasnya;
f. Perlu ada evaluasi yang menyeluruh mengenai dampak dari diklat terhadap
kinerja koperasi.
Untuk mencapai tujuan seperti yang diharapkan maka Pemerintah Pusat bersama-sama
dengan Pemerintah Daerah dan Dewan Koperasi Indonesia melakukan tugas sebagai
berikut :
1. Secara bertahap mengintegrasikan, mengkoordinir dan mengkonsolidasikan
potensi pendidikan dan pelatihan perkoperasian secara nasional;
2. Secara bertahap dan simultan memberdayakan dan mengkoordinir potensi
lembaga-lembaga dan pelatihan perkoperasian yang dimiliki oleh negara (antar
departemen), Gerakan Koperasi (LAPENKOP), Perguruan Tinggi, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) dan lembaga-lembaga pendidikan swasta
pelaksana pendidikan koperasi.
3. Secara pro aktif memberdayakan lembaga-lembaga pendidikan perkoperasian
yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam kerangka semangat otonomi
daerah.
4. Menentukan kebijaksanaan pokok program pendidikan dan pelatihan
perkoperasian yang mencakup sistem, metodologi, kurikulum, silabus, sistem
evaluasi, kelompok sasaran, dan bahan serta alat bantu;
5. Melaksanakan program pendidikan dan pelatihan perkoperasian sesuai dengan
rencana dan kebutuhan.
Sumber : http://www.smecda.com/kajian/files/laporan/LAP_AKHIR_KAJIAN_IMPLIKASI/BAB-6.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar